Kring! Kring!
Hah ! batinku tersentak. Beker kamarku
menunjukan pukul 06.15. Aduh, aku bakal terlambat.
Tak lama kemudian aku
sudah berlari keluar dari kamar, dengan menenteng sepatu dan tas. Tanpa sempat
makan, aku langsung terjun kemobil. Dan menyuruh mang Mamat sopirku untuk
mengantarku. Dengan muka sebal aku mengomel didalam mobil. Inilah kebiasaan
burukku, menyalahkan orang lain. Kata bunda sih, tapi aku gak yakin.Sesekali
aku melirik jam tanganku, memastikan agar aku sampai tepat waktu.
“Baik non.”
Mobilku melaju cepat
menerobos gerimis hujan yang kian menjadi. Tak sampai 10 menit aku sudah sampai
disekolah. Aku lega karena jam masih menunjukan pukul 06.45. Aku turun dengan
mengenakan jaket hitam kesukaanku. Ketika tiba-tiba disampingku muncul kak
Didit yang membawakan payung untukku.
“Kak Didit?”
“Ayo.” ajaknya sembari
tersenyum simpul menoleh padaku.
Aku hanya mengangguk
pelan. Kami melangkah bersama, dan berpisah di simpangan antara tangga dan
koridor sekolah menuju ruang kelas 3. Selama berjalan bersama tadi tidak
sepatah katapun dia ucapkan. Dia orangnya sih gitu, tenang. Senyumnya terurai kembali ketika dia menoleh
ke arahku dan berjalan menuju kelasnya. Aku hanya tersipu malu melihatnya.
Betapa gantengnya dia, hehe. Dia itu sahabatku teman. Jangan mikir yang
macem-macem dulu ah.
Dengan langkah gontai
aku menuju ruanganku yaitu kelas 2-3. Saat sampai didepan kelas aku dikagetkan
oleh seseorang yang memanggilku. Aku menoleh ternyata hanya Salma, temanku tapi
beda kelas dia kelas 2-4.
“Ada apa Ma? Tumben
cari aku?” tanyaku heran.
“Gapapa. Gue cuma
sekedar ngasih info aja. Minggu depan Bu Siti mau ngadakkin seleksi tari. Yang
lolos bakal di’ikutin FLS2N, kalo kamu mau ikut siap-siapin diri kamu biar bisa
menang lawan aku. Kamu tau kan aku luesnya gag ada yang nandingin.” Ujarnya
sembari melangkah pergi dengan sikapnya yang sengak itu, tiba-tiba…
“Bruk…” suara orang jatuh
terdengar dengan keras.
Aku penasara, lalu
memalingkan muka kearah sumber suara.
“Salma. Lain kali kalo
jalan hati-hati.” Nasihat Bu Bk sambil beranjak pergi.
Sukurin kamu. Suruh
siapa sombong. Kena batunya deh. Kalo aku jadi Salma pasti sudah malu.
Yaiyalah, dilihatin segitu banyak orang. Apalagi pakek acara nabrak guru paling
sadis. Wuiihh, niat bener tuh Salma.
Ting.. ting bel pulang
sekolah telah terdengar. Aku segera mengemasi barang-barangku dan memasukannya
kedalam tas. Dengan langkah santai aku menuruni satu persatu anak tangga menuju
gerbang sekolah. Kulihat mang Mamat sudah menunggu.
“Ayo Mang!” ajakku.
“Baik non.”
***
Semburat warna jingga
menghiasi langit. Lambat laun terganti oleh langit hitam bertabur bintang yang
disinari oleh cahaya bulan. Sungguh pemandangan yang indah sekali.
“Non Mala makan malam
sudah siap.” Ujar Mbok Minah.
“Baik Mbok.”
Aku berjalan menuju
ruang makan. Dengan sedikit malas aku menuruni anak tangga. Masih memikirkan
kata-kata Salma tadi. Bisa gak ya aku ngalahin Salma ?? oh tidak, ini membuatku
pusing.
Sepiring nasi goreng
sosis mentega, sudah tersaji. Tapi aku masih enggan menyentuhnya.
“Kenapa nak ?” Tanya ibu.
“Lagi dilema nih bu.
Minggu depan ada seleksi tari buat FLS2N. aku pengin ikut tapi pasti gak lolos
deh. Soalnya sainganku Salma. Mana mungkin aku bisa lolos.” Ujarku sebal.
“Gak usah dipikirin nduk, nanti nenek bantu.” Sambung nenek
menenangkanku.
“Beneran nek? Emang
nenek bisa?” jawabku.
“Ya bisa dong.
Gini-gini nenek dulu kan penari. Udah ah, makan dulu nanti habis makan kamu
ikut kekamar nenek.” Ujar nenek
menyuruhku.
Setelah makan malam
usai aku mengikuti nenek menuju kamarnya. Bermaksud menuruti perintah nenek
tadi. Setelah sampai dikamar, nenek menyuruhku duduk didikasur. Nenek berjalan
menuju almari, aku mengamati setiap gerak gerik nenek. Kemudian nenek mengambil
sebuah kotak kayu kecil dan membawanya kehadapanku. Nenek membuka kotak itu.
Dikeluarkannya sebuah kain batik yang bermotif
tidak terlalu rapi, seperti hanya dikerjakan dengan tangan. Corak dan
warna batik antara kain bagian depan dan belakang terlihat jelas, menyala. Meskipun
antara corak yang satu dan yang lain terkadang tidak sama. Latarnya berwarna
putih bersih. Waw, indah sekali. Baru kali ini aku melihat kain secantik ini.
Aku kagum melihatnya.
“Ini kainnya buat kamu nduk. Nenek yakin kamu bisa menang
dengan ini.” jelas nenek.
“Wahh, makasih banyak
ya nek? Tapi, apa benar? Hanya dengan kain indah ini, aku bisa menang?” Tanyaku
tak yakin.
“Kamu tidak percaya nduk? Nenek sudah membuktikannya. Sudah,
sekarang waktunya kamu belajar.” Ujar nenek.
“Tapi nek…? Yaudah deh,
selamat malam nenek.”
Aku segera berlari
menaiki anak tangga dan masuk kekamar. Kututup pintu kamarku rapat-rapat. Aku
duduk bersila diatas kasur, sambil memandangi motif-motif kain yang diberikan
nenek tadi. Sebernarnya aku tidak tahu apa maknanya? Rasa penasaran ada
dibenakku. Tapi aku yakin, dengan kain ini aku bisa ngalahin Salma. Karna nenek
sudah membuktikannya. Mana ada orang tua seperti nenek membohongi cucunya
sendiri. Haha.
Akhirnya, setiap sore
aku berlatih di belakang rumah. menghafal gerak demi gerak. Aku juga berusaha
untuk dapat menghayati lagu dengan baik. Sehingga antara lagu dan tariannya
pas.
***
Pagi ini hatiku merasa
tenang sekali. Hari ini adalah hari seleksinya. Aku sangat bersemangat.
Aku berjalan melewati
koridor sekolah menuju aula. Disana telah banyak teman-temanku yang akan
mengikuti seleksi tari. Mereka semua sudah siap dengan pakainnya
sendiri-sendiri. Begitupun juga Salma yang memakai kain kemben dengan bagian
bahu terbuka sebagai atasan dan kain panjang bermotif batik sebagai bawahan. Sedangakan aku, memakai mekak sebagai atasan
dipadukan dengan bawahannya yaitu kain pemberian nenek.
Seleksi sudah
berlangsung cukup lama. Sebentar lagi adalah giliranku. Aduh aku merasa
deg-degan. Tetapi, aku tetap akan berusaha untuk menampilkan yang terbaik,
sebab selama ini aku sudah berlatih semaksimal mungkin.
Tak
berapa lama namaku dipanggil. Aku segera menenangkan diri. Maju kedepan dan menari.
Syukurlah aku dapat melewatinya dengan baik walau awalnya aku sempat merasa
nervous. Namun, lama kelamaan perasaan nervous itu sirna karna aku mampu
menghayati lagu dan irama.
Pengumuman
telah tiba. Dan aku berhasil lolos. Aku merasa sangat senang dan puas bisa
tampil dengan baik. Apalagi berhasil mengalahkan si Salma.
***
“Nenek.
Nenek !!” teriakku senang.
“Iya ada apa to nduk?”
Tanya nenek sabar.
“Aku lolos nek, senang
deh.”
“Ya Alhamdulillah kalo
begitu.” Ujar nenek.
“Tapi nek, kain ini ada
mantranya ya? Kok bisa buat aku menang? Nenek punya ilmu?” tanyaku memborong.
“Hahaha… kamu itu nduk. Ya enggaklah. Gak ada ilmu, gak
ada mantra nduk. Semua itu karna kamu
sendiri. Kalo kamu yakin menang pasti akan menang.” Jelas nenek dengan tawa.
“Lhoh? Terus maksut
nenek, nenek udah bukti’in itu apa?” tanyaku heran.
“Iya buktinya kamu bisa
percaya diri dengan kain ini? kain ini
cuma buat memotivasi, sehingga kamu bisa percaya diri.”
“Terus makna Corak
motif kain ini apa?” Tanyaku masih tak mengerti.
“Aduh nduk, ini kan kain buatan nenek yang
asal-asalan. Kamu lupa nenek suka mbatik? Nduk,
nduk kamu itu.”
“Hah? Ya ampun. Sebego’
itukah aku nek. Haha… jadi bukan karna kain ini kan aku menang nek?”
“Bukan nduk.” Senyum nenek menebar.
Oh my God.
***
Disekolah
aku menceritakan semua kejadian kemarin pada kak Didit. Tapi dirinya hanya
ber”oh”. Uh ! sebel. Cuek ya cuek. Tapi gak gitu juga kali”.
“Yaudah deh. Aku mau
pulang aja. Dicuekin sih.” Ujarku sebal.
“Ya. Hati-hati ya.”
“Ihhh.. nyebelin.”
Tamat.
Oleh : Febriana
putri istiqomah
0 komentar:
Posting Komentar